Halim Kalla, adik kandung dari Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, telah ditetapkan sebagai salah satu dari empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat. Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Bareskrim Polri mengumumkan status tersangka Halim Kalla dalam konferensi pers di Jakarta. Halim Kalla, yang menjabat sebagai Presiden Direktur PT Bumi Rama Nusantara (BRN) pada periode 2008-2018, diduga terlibat dalam kesepakatan yang tidak sah dengan Direktur Utama PLN pada saat itu, Fahmi Mochtar, untuk memenangkan lelang proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar.
Halim Kalla lahir di Makassar pada 1 Oktober 1957. Sebelum terlibat dalam kasus korupsi, ia dikenal sebagai pengusaha yang aktif dalam Kalla Group, sebuah perusahaan keluarga yang bergerak dalam berbagai sektor bisnis. Halim pendidikan ekonomi di State University of New York, Buffalo, Amerika Serikat. Sebagai salah satu anak perusahaan Haka Group, ia mendirikan PT Bumi Rama Nusantara (BRN) yang kemudian berfokus pada bidang mekanik dan listrik.
Tak hanya di dunia bisnis, Halim juga memiliki kiprah di dunia politik. Ia pernah menjadi Anggota DPR RI periode 2009-2014 melalui Partai Golkar, dan bertugas di Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup. Kasus korupsi yang menjerat Halim berasal dari proses tender proyek PLTU 1 Kalbar pada 2008, yang diduga melibatkan pihak-pihak tertentu untuk memenangkan PT BRN sebagai pemenang tender.
Akibat indikasi kesepakatan tersebut, proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar di Desa Jungkat, Kalimantan Barat, tidak pernah selesai dan menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,3 triliun. Selain Halim Kalla, Kortastipidkor Polri juga menetapkan tiga tersangka lainnya dalam kasus ini, yakni mantan Dirut PLN 2008-2009 Fahmi Mochtar, Dirut PT BRN berinisial RR, dan Dirut PT Praba Indo Persada berinisial HYL.








